Selasa, 12 Juni 2012

Administrasi Kurikulum


BAB II

PEMBAHASAN

A.    Pengertian Dan Fungsi Administrasi Kurikulum

Sebelum membahas pengertian administrasi kurikulum secara keseluruhan maka dapat dibahas secara singkat terlebih dahulu tentang pengertian administrasi dan kurikulum ketika berdiri sendiri-sendiri.
Ø  Administrasi
Istilah administrasi berasal dari bahasa latin, yang terdiri dari dua kata yaitu ‘’ad’’ dan ‘’ministare’’. Perkataan ‘’ad’’ berarti ke atau kepada, sedangkan ‘’ministare’’ berarti melayani, membantu, memimpin. Secara bebas dapat diartikan bahwa administrasi itu merupakan pelayanan atau pengabdian terhadap subyek tertentu. Dalam pengertian sempit administrasi diartikan sebagai ‘’Tata – Usaha” yang tugas pokoknya berhubungan erat dengan pekerjaan tulis menulis di kantor[1].
Pada umumnya yang dimaksud dengan administrasi adalah proses keseluruhan penyelenggaraan dari setiap usaha sekelompok manusia yang ingin bekerja sama dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan lebih dahulu dengan mendayagunakan segala sumber secara efisien dan efektif. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwasannya administrasi merupakan suatu hubungan kerjasama untuk saling melayani dan mengarahkan secara teratur atau sistematis dalam sebuah organisasi untuk mencapai tujuan yang diinginkan bersama[2].
Ø  Kurikulum
Pada mulanya istilah kurikulum dijumpai dalam dunia statistik pada zaman Yunani kuno, yang berasala dari kata Curir yang artinya pelari, dan Curere artinya tempat berpacu atau tempat berlomba. Sedangkan Curriculum mempunyai arti ‘’jarak’’ yang harus ditempuh oleh pelari. Bila dilihat dalam kamus Webster tahun 1812, kurikulum ialah 1) a race course, a place for running; a charoit. 2) a course, in general; applied particulary to the course of study in a university. Maksud pengertian kurikulum sebagaimana definisi tersebut mempunyai dua pengertian yakni suatu jarak untuk perlombaan yang harus ditempuh oleh para pelari, dan juga diartikan sebagai chariot yaitu semacam kereta pacu pada zaman dulu yang berupa alat untuk membawa seseorang dari awal atau start hingga finis[3].
Dalam perkembangan selanjutnya istilah kurikulum dipakai dalam dunia pendidikan dan pengajaran, yang dalam konteksnya kurikulum dapat diartikan secara sempit dan luas. Dalam pengertian sempit, kurikulum diartikan sebagai sejumlah mata pelajaran yang diberikan di sekolah, sedangkan dalam pengertian luas kurikulum adalah semua pengalaman belajar yang diberikan sekolah kepada siswa selama mereka mengikuti pendidikan di sekolah. Dengan pengertian luas ini berarti usaha sekolah untuk memberikan pengalaman belajar kepada siswa dalam upaya menghasilkan lulusan yang baik secara kuantitatif maupun kualitatif tercakup dalam pengertian kurikulum[4].
Dalam perspektif kebijakan pendidikan nasional sebagaimana dapat dilihat dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 menyatakan bahwa: “Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”[5].
Ø  Administrasi Kurikulum
Setelah mengetahui akan pengertian masing-masing dari administrasi dan kurikulum, maka dapat dibahas pengertian kurikulum secara keseluruhan.
Administrasi kurikulum merupakan seluruh proses kegiatan yang direncanakan dan diusahakan secara sengaja dan bersungguh-sungguh serta pembinaan secara kontinyu terhadap situasi belajar mengajar secara efektif dan efisien demi membantu tercapainya tujuan pendidikan yang telah ditetapkan[6].
Dalam kaitannya dengan hal ini, pada tingkat sekolah apapun yang menjadi tugas utama kepala sekolah ialah menjamin adanya program pengajaran yang baik bagi peserta didik. Karena pada dasarnya pengelolaan atau manajemen pendidikan fokus terhadap segala usahanya pada praktek belajar mengajar (PBM). Hal ini nampak jelas bahwa pada hakikatnya segala upaya dan kegiatan yang dilaksanakan didalam sekolah atau lembaga pendidikan senantiasa diarahkan pada suksesnya PBM.
Dalam kaitannya dengan kurikulum, maka ada tiga konsep yang terkait dengan kurikulum, diantaranya adalah [7]:
Ø  Kurikulum merupakan inti pokok yang menjadi substansi kegiatan di sekolah. Kurikulum berisi perencanaan kegiatan belajar serta tujuan yang akan dicapai.
Ø  Kurikulum dipandang sebagai suatu sistem yang meliputi sistem sekolah, sistem pendidikan dan bahkan sistem masyarakat. Dalam hal ini, tercakup tata laksana perencanaan kurikulum, pelaksanaan serta evaluasi dan penyempurnaan kurikulum.
Ø  Kurikulum sebagai suatu studi yang dikaji oleh para ahli di bidang kurikulum. Dalam kaitan ini, para ahli kurikulum berupaya melakukan pengembangan dan inovasi di bidang kurikulum.
Dengan demikian, kegiatan dalam administrasi kurikulum tiada lain adalah berbagai kegiatan yang bertujuan untuk melaksanakan dan mengembangkan kurikulum sehingga kurikulum dapat dijadikan sebagai instrumen dalam mencapai tujuan dan sasaran pendidikan. Dengan menerapkan prinsip-prinsip administrasi kurikulum kemudian dikembangkan, sehingga dalam pelaksanaannya kurikulum dapat mencapai sasaran pendidikan yang diharapkan. Setidaknya, kegiatan administrasi kurikulum menghendaki agar rumusan kurikulum benar-benar berangkat dari kebutuhan akan sebuah instrumen yang terencana dengan baik, sehingga dalam pelaksanaannya dapat berjalan dengan baik pula.
Sehubungan dengan pengertian dasar kurikulum tersebut, maka fungsi kurikulum difokuskan pada tiga aspek berikut[8]:
1.      Fungsi kurikulum bagi sekolah yang bersangkutan, yaitu sebagai alat untuk  mencapai seperangkat tujuan pendidikan yang diinginkan dan sebagai pedoman dalam mengatur kegiatan sehari-hari.
2.      Fungsi kurikulum bagi tataran tingkat sekolah, yaitu sebagai pemeliharaan proses pendidikan dan penyiapan tenaga kerja.
3.      Fungsi bagi konsumen, yaitu sebagai keikutsertaan dalam memperlancar pelaksanaan program pendidikan dan kritik yang membangun dalam penyempurnaan program yang serasi.

B.     Landasan Kurikulum
Lebih jauh sebelum kurikulum tersebut direncanakan atau dibuat, ada 3 hal pokok yang menjadi landasan pelaksanaan, pembinaan, dan pengembangan kurikulum, diantaranya adalah[9]:
1.      Landasan Filosofis
Dalam pengertian yang sederhana, umumnya filsafat diartikan sebagai cara berfikir yang radikal dan menyeluruh, yaitu suatu cara berfikir yang mengkaji tentang objek secara mendalam. Salah satu kajian filsafat adalah tentang hakikat manusia, apa sebenarnya manusia itu, apa hakikat hidup manusia, dan apa tujuan hidupnya.
Tahap berikutnya filsafat mempersoalkan tentang hidup dan eksistensi manusia, pandangan hidup manusia, sebagai makhluk beragama, makhluk sosial, dan makhluk yang berbudaya. Dalam hal ini, kaitannya dengan kurikulum sangat diperlukan terutama dalam menetapkan arah dan tujuan pendidikan.
Dengan demikian, berdasarkan atas landasan ini maka pendidikan sebagai segala upaya sadar yang dilakukan oleh pendidik kepada anak didiknya harus mampu menjadikan manusia yang beriman dan bertakwa, berilmu dan beramal serta mengabdi pada nusa dan bangsa (sesuai dengan pandangan hidup dan asas Pancasila Bangsa Indonesia, atau sebagaimana yang tertuang dalam GBHN), sehingga bagi guru, kepala sekolah dan tenaga kependidikan lainnya yang bertugas sebagai pelaksana, pembina dan pengembang kurikulum di sekolah dapat mempedomani tujuan pendidikan nasional.
2.      Landasan Sosial Budaya
Pendidikan juga merupakan proses sosialisasi dari pewarisan budaya dari generasi ke generasi selanjutnya dalam upaya meningkatkan harkat dan martabat manusia, baik sebagai individu, kelompok masyarakat, maupun dalam konteks yang lebih luas yaitu budaya bangsa. Pendidikan sebagai proses budaya adalah upaya membina dan mengembangkan daya cipta, karsa, dan rasa manusia menuju ke peradaban manusia yang lebih luas dan tinggi, yaitu manusia yang berbudaya. 
Semakin meningkatnya perkembangan sosial budaya manusia akibat majunya ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang merupakan bagian dari budaya itu sendiri, akan menjadikan tuntutan hidup manusia yang semakin tinggi pula. Untuk itu diperlukan kesiapan sekolah atau lembaga pendidikan dalam menjawab segala tantangan akibat perkembangan kebudayaan tersebut. Oleh sebab itu, pendidikan harus dapat mengantisipasinya dengan jalan menyiapkan peserta didik untuk hidup secara wajar sesuai dengan perkembangan sosial budaya masyarakatnya. Dalam hal ini diperlukan inovasi-inovasi pendidikan terutama yang menyangkut kurikulum pendidikan.
Kurikulum pendidikan harus dan sewajarnya pula disesuaikan dengan kondisi masyarakat saat ini, bahkan harus dapat mengantisipasi kondisi-kondisi yang bakal terjadi. Untuk itu pula guru dituntut dapat membina dan melaksanakan kurikulum, agara apa yang diberikan kepada peserta didiknya berguna dan relevan dengan kehidupan dalam masyarakat.
3.      Landasan Psikologi
Pada dasarnya pendidikan tidak terlepas kaitannya dengan unsur-unsur psikologi, sebab pendidikan menyangkut perilaku manusia itu sendiri, mendidik berarti merubah tingkah laku anak menuju kedewasaan. Oleh sebab itu, dalam proses belajar mengajar selalu dikaitkan dengan teori-teori perubahan tingkah laku anak. Beberapa teori belajar yang dikenal antara lain :
Ø  Teori Behaviorisme
Teori ini bertitik tolak pada pandangan bahwa belajar merupakan perubahan tingkah laku. Artinya bahwa peserta didik sebagai organisme yang merespon terhadap stimulus dari dunia sekitarnya.
Fungsi guru dalam kaitannya dengan teori ini ialah menyajikan stimulus tertentu yang dapat membangkitkan respon peserta didik berupa hasil belajar yang diinginkan. Untuk mengatur proses S-R secara sistematis, bahan pelajaran harus dipilah-pilah menjadi butir-butir informasi, lalu diurut secara tepat, dimulai dari yang sederhana sampai kepada yang paling kompleks.
Ø  Teori Psikologi Daya
Aliran Psikologi Daya berprinsip bahwa belajar adalah mendisiplinkan dan menguatkan daya-daya mental dan daya fikir melalui latihan yang ketat. Sebagai contoh bila otak dikembangkan melalui studi matematika, atau bidang studi lainnya, maka ia akan mampu mentransfer pelajaran itu kepada bidang yang lainnya, hal ini disebabkan oleh kemampuan daya pikir dan mentalnya yang berkembang.
Ø  Teori Pengembangan Kognitif
Teori ini memandang bahwa kematangan mental berkembang secara berangsur-angsur dalam individu seseorang sesuai dengan apa yang ada di sekitarnya (lingkungan). Untuk itu anak harus dibimbing secara berhati-hati dan diberi pelajaran yang sesuai dengan perkembangan mentalnya, dengan kata lain apa yang diberikan kepada anak didik harus disesuaikan dengan perkembangan kognitifnya.
Menurut J. Pieget ada 4 tahap perkembangan kognitif-intelektual, yaitu :
a)      Tahap Senso-motoris (umur 0 – 2 tahun)
Pada tahap ini, bayi mulai belajar mengenal dunia luar melalui alat inderanya (penglihatan, pendengaran, penciuman, pengecapan, dan perabaan).
b)      Tahap Pra-operasional (umur 2 – 7 tahun)
Pada tahap ini, anak mulai mengenal lingkungannya melalui lambang-lambang (warna, bentuk, gambar). Dan pada masa pra-operasional telah mulai mengembangkan persepsi-persepsi melalui pengenalan lingkungan tersebut.
c)      Teori Operasional Konkrit (umur 7 – 11 tahun)
Pada tahap ini, anak mulai mengenal logika. Artinya anak mulai menggunakan akal pikirannya dari pada persepsi yang bersifat sederhana.
d)     Tahap Operasional (umur 11 tahun ke atas)
Pada tahap ini, anak mulai sanggup berfikir secara abstrak dan dapat memecahkan masalah secara formal tanpa melihat secara riil objek yang dibahas.
Ø  Teori Lapangan (Teori Gestalt)
Para ahli yang menganut aliran ini menganggap anak bukan sekedar sebagai objek dalam pengajaran, tetapi juga sebagai subjek didik, dengan pengertian lain, anak dianggap sentral dalam proses tersebut.
Teori ini lebih mementingkan individu anak, oleh karena itu para penganutnya lebih cenderung kepada pendidikan yang bersifat humanistik dengan memupuk konsep diri yang positif pada diri anak didik.
Ø  Teori Kepribadian
Menurut Freud ada 5 tipe watak yang berpengaruh terhadap pola motivasi individu, antara lain :
a)      Tipe a-moral : anak sepenuhnya egosentris, ia memuaskan diri tanpa menghiraukan orang lain.
b)      Tipe expedient : anak egosentris, patuh tanpa memiliki system moral internal dan dengan demikian dapat memuaskan kebutuhan diri, jadi ia diatur oleh control eksternal.
c)      Tipe konformis : anak berusaha memenuhi tuntutan eksternal karena takut tidak mendapat perhatian dan penghargaan, jadi anak masih belum mempunyai sistem moral internal.
d)     Tipe irational conscientious : artinya ia memiliki sistem moral internal tentang yang baik dan yang buruk, akan tetapi dalam pelaksanaannya ia sangat ketat dan kaku.
e)      Tipe altruistik rational : pada saat ini sistem moral anak telah sangat berkembang, ia menyadari kebutuhan dan keinginan orang lain dan ia sangat sensitif dan rela berkorban untuk orang lain.
Teori kepribadian ini bertalian erat dengan teori kognitif dan teori lapangan dalam usaha mengenal peserta didik sebagai individu. Tiap individu berkembang melalui tahapan-tahapan perkembangan yang antara satu individu dengan individu lainnya berbeda-beda dalam pertumbuhan dan perkembangannya.

C.    Komponen Kurikulum

Kurikulum dalam suatu sekolah mengandung 3 komponen dasar, yaitu komponen tujuan, isi atau materi, dan komponen organisasi atau strategi.
1.      Komponen Tujuan
Pada hakikatnya tujuan kurikulum merupakan tujuan dari setiap program pendidikan yang akan diberikan kepada anak didik, karena kurikulum adalah alat untuk mencapai tujuan pendidikan.
Tujuan pendidikan secara umum dijabarkan dari falsafah bangsa, yaitu Pancasila. Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila bertujuan meningkatkan kualitas manusia Indonesia, yakni manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras, tangguh, bertanggung jawab, mandiri, cerdas, dan terampil serta sehat jasmani dan rohani.
Berdasarkan hakikat dari tujuan pendidikan tersebut dijabarkan menjadi tujuan kurikulum mulai dari tujuan kelembagaan pendidikan, tujuan setiap mata pelajaran atau bidang studi sampai kepada tujuan instruksional. Sebelum menetapkan dan menyusun isi kurikulum, serta strategi kurikulum terlebih dahulu harus ditetapkan rumusan tujuannya, sebab : a)tujuan berfungsi menentukan arah dan corak kegiatan pendidikan, b) tujuan menjadi indikator dari keberhasilan pelaksanaan pendidikan, dan c) tujuan menjadi pegangan dalam setiap usaha dan tindakan dari pelaksana pendidikan.
Beberapa sumber yang lazim digunakan dalam menentukan dan menyusun tujuan kurikulum, antara lain : a) falsafah bangsa, b) strategi pembangunan, c) hakikat anak didik, dan d) ilmu pengetahuan.
Bila diurutkan tata tingkat tujuan pendidikan itu sebagai berikut[10]:
a)      Tujuan pendidikan nasional, yaitu tujuan pendidikan yang ingin dicapai pada tataran nasional (sesuai dengan pandangan atau falsafah bangsa yaitu Pancasila, atau secara jelas telah dicantumkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional). Dalam pencapaiannya dapat berwujud sebagai warga negara berkepribadian nasional yang bertanggung jawab atas kesejahteraan masyarakat, bangsa dan tanah air.
b)      Tujuan institusional, yaitu tujuan yang ingin dicapai pada tingkat lembaga pendidikan, dalam pencapaiannya dapat berwujud sebagai tamatan sekolah yang mampu dididik lebih lanjut menjadi tenaga profesional dalam bidang tertentu dan pada jenmjang tertentu.
c)      Tujuan kurikulum, yaitu tujuan pendidikan yang ingin dicapai pada tingkat tataran mata pelajaran atau bidang studi, dalam usaha pencapaiannya dapat berwujud sebagai peserta didik yang menguasai disiplin mata pelajaran atau bidang studi tertentu yang dipelajari.
d)     Tujuan instruksional, yaitu tujuan yang ingin dicapai pada tingkat tataran pengajaran yang dapat berwujud sebagai bentuk watak, kemampuan berfikir dan berketerampilan teknologinya secara bertahap.
2.      Komponen Isi Atau Materi
Isi kurikulum berkaitan dengan pengetahuan ilmiah dan pengalaman belajar yang harus diberikan kepada peserta didik dalam rangka mencapai tujuan pendidikan. Untuk menentukan isi kurikulum  tersebut harus disesuaikan dengan tingkat dan jenjang pendidikan, perkembangan yang terjadi dalam masyarakat, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, selain itu juga tidak terlepas dari kaitannya dengan kondisi anak didik (psikologis anak) pada setiap jenjang pendidikan tersebut.
Ada beberapa kriteria dalam memilih isi kurikulum yang dapat membantu pada perancangan kurikulum, antara lain sebagai berikut[11]:
Ø  Isi kurikulum harus sesuai, tepat dan bermakna bagi perkembangan peserta didik
Ø  Isi kurikulum harus mencerminkan kenyataan sosial
Ø  Isi kurikulum harus mengandung pengetahuan ilmiah yang komprehensif, artinya mengandung aspek intelektual, moral dan sosial secara seimbang
Ø  Isi kurikulum harus mengandung aspek ilmiah yang tahan uji
Ø  Isi kurikulum harus mengandung bahan yang jelas
Ø  Isi harus dapat menunjang tercapainya tujuan pendidikan
Materi kurikulum pada hakekatnya adalah isi kurikulum yang dikembangkan dan disusun dengan prinsip-prinsip sebagai berikut :
1.      Materi kurikulum berupa bahan pelajaran terdiri dari bahan kajian atau topik-topik pelajaran yang dapat dikaji oleh siswa dalam proses pembelajaran.
2.      Mengacu pada pencapaian tujuan setiap satuan pelajaran.
3.      Diarahkan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
Isi atau materi kurikulum hakikatnya adalah semua kegiatan dan pengalaman yang dikembangkan dan disusun untuk mencapai tujuan pendidikan. Secara umum isi kurikulum itu dapat dikelompokan menjadi [12]:
1.      Logika, yaitu pengetahuan tentang benar salah berdasarkan prosedur keilmuan.
2.      Etika, yaitu pengetahuan tentang baik buruk, nilai dan moral.
3.      Estetika, pengetahuan tentang indah-jelek, yang ada nilai seninya.
3. Komponen Organisasi Dan Strategi
Strategi pelaksanaan kurikulum adalah cara-cara yang harus ditempuh untuk melaksanakan suatu kurikulum sekolah, yang meliputi pelaksanaan pengajaran atau pembelajaran, penilaian, bimbingan dan penyuluhan, dan pengaturan kegiatan sekolah secara keseluruhan. Strategi pelaksanaan kurikulum merupakan bagian yang termasuk dalam bidang garap pengembang kurikulum. Dengan strategi pelaksanaan kurikulum ini, maka para pelaksana (kepala sekolah dan guru) mempunyai pedoman kerja yang pasti, sesuai dengan ketentuan kurikulum yang dijalankan, sehingga kemungkinan pencapaian tujuan pendidikan menjadi semakin besar. 
Organisasi kurikulum adalah struktur program kurikulum yang berupa kerangka umum program-program pengajaran yang di sampaikan kepada peserta didik guna tercapainya  tujuan pendidikan atau pembelajaran yang telah di tetapkan[13]. Organisasi kurikulum merupakan asas yang sangat penting bagi proses pengembangan kurikulum dan berhubungan erat dengan tujuan pembelajaran, sebab menetukan isi bahan pembelajaran, menentukan cara penyampaian bahan pembelajaran, menentukan bentuk pengalaman yang akan di sajikan kepada peserta didik serta menentukan peranan pendidik dan peserta diidk dalam implementasi kurikulum. Organisasi kurikulum terdiri dari mata pelajaran tertentu yang secara tradisional bertujuan menyampaikan kebudayaan atau sejumlah pengetahuan, sikap dan keterampilan yang harus diajarkan kepada peserta didik. Setiap organisasi kurikulum memiliki keunggulan dan kelemahan masing-masing baik yang bersifat teoritis maupun praktis.
Dalam proses pengembangan kurikulum organisasi kurikulum berperan sebagai suatu metode untuk menentukan  seleksi dan pengorganisasian pengalaman-pengalaman belajar yang di selenggarakan oleh sekolah, organisasi kurikulum menunjukkan peranan guru, peserta didik dan lain-lain yang terlibat aktif dalam proses perencanaan kurikulum.
Struktur program dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu struktur horizontal dan struktur vertical. Struktur horizontal berhubungan dengan masalah pengorganisasian atau penyusunan bahan pelajaran kedalam pola tertentu, sedangkan struktur vertikal berhubungan dengan masalah  sistem-sistem pelaksanann kurikulum sekolah, termasuk di dalamnya sistem pengalokasian waktu[14].
Dilihat dari struktur organisasi kurikulum horizontal, ada tiga tipe atau bentuk kurikulum, yaitu[15]:
1.      Separated Subject Curriculum (Mata Pelajaran Terpisah)
Pada bentuk ini, bahan dikelompokkan pada mata pelajaran yang sempit, dimana antara mata pelajaran yang satu dengan lainnya menjadi terpisah-pisah, terlepas dan tidak mempunyai kaitan sama sekali, sehingga banyak jenis mata pelajaran menjadi sempit ruang lingkupnya. Bentuk kurikulum ini dapat digambarkan sebagai berikut:


 





Dalam hal ini, jumlah mata pelajaran yang diberikan cukup bervariasi bergantung pada tingkat dan jenis sekolah yang bersangkutan. Dalam praktek penyampaian pengajarannya, tanggung jawab terletak pada masing-masing guru atau pendidik yang menangani suatu mata pelajaran yang dipegangnya.
Kurikulum yang disusun dalam bentuk terpisah ini lebih bersifat subject centered,
yaitu berpusat pada bahan pelajaran dari pada child centered yang berpusat pada minat dan kebutuhan anak. Dari segi ini, jelas kurikulum bentuk terpisah sangat menekankan pembentukan intelektual dan kurang mengutamakan pembentukan kepribadian anak secara keseluruhan.
Ada beberapa keuntungan yang diperoleh dari bentuk kurikulum semacam ini, antara lain :
a)      Penyajian bahan pelajaran dapat disajikan atau disusun secara logis dan sistematis.
b)      Organisasinya sederhana, dan tidak terlalu sulit untuk direncanakan dan dilaksanakan.
c)      Mudah dievaluasi dan dites.
d)     Dapat digunakan dari tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi.
e)      Guru mempergunakannya lebih mudah.
f)       Tidak sulit untuk diadakan perubahan-perubahan.
g)      Lebih tersusun dan sistematis.
Sedangkan kelemahan bentuk kurikulum ini adalah sebagai berikut:
a)      Bentuk mata pelajaran yang terpisah dengan lainnya sebenarnya tidak relevan dengan kenyataan sekarang ini, dan tidak mendidik peserta didik dalam menghadapi situasi kehidupan mereka.
b)      Tidak memperhatikan masalah-masalah sosial kemasyarakatan yang dihadapi peserta didik secara faktual dalam kehidupan sehari-harinya. Hal ini disebabkan karena hanya berpedoman pada apa yang tertera dalam buku atau teks.
c)      Kurang memperhatikan faktor-faktor kejiwaan peserta didik, karena pada kurikulum ini hanya menyampaikan apa yang dialami manusia pada masa terdahulu dalam bentuk yang sistematis dan logis.
d)     Tujuan kurikulum ini sangat terbatas dan kurang memperhatikan pertumbuhan jasmani, perkembangan emosional dan sosial peserta didik serta hanya memusatkan pada perkembangan intelektual anak.
e)      Kurikulum semacam ini kurang mengembangkan kemampuan berfikir, karena mengutamakan penguasaan dan pengetahuan dengan cara ulangan dan hafalan, serta kurang membawa kepada berpikir secara mandiri.
f)        Separated curriculum ini cenderung menjadi statis dan tidak bersifat  inovatif, karena hanya berdasarkan kepada buku yang telah ditetapkan, tanpa mengalami perubahan dan penyesuaian yang berarti dengan situasi dan kondisi masyarakat yang selalu berkembang dengan pesat dan dinamis.
2.      Correlated Curriculum (Mata Pelajaran Gabungan)
Correlated Curriculum adalah suatu bentuk kurikulum yang menunjukkan adanya suatu hubungan antara satu mata pelajaran dengan mata pelajaran lainnya, tetapi tetap memperhatikan ciri atau karakteristik tiap bidang studi tersebut. Hubungan (korelasi) antar mata pelajaran tersebut dapat dilakukan secara:
a.       Insidental, artinya secara kebetulan ada hubungan antar mata pelajaran yang satu dengan mata pelajaran lainnya, sebagai contoh bidang studi IPA juga disinggung tentang Geografi dan Antropologi.
b.      Hubungan yang lebih erat, misalnya suatu pokok permasalahan yang diperbincangkan dalam berbagai bidang studi.
c.       Batas mata pelajaran disatukan dan difungsikan, yaitu dengan menghilangkan batasan masing-masing mata pelajaran tersebut, disebut dengan Broad Field.
Dalam kurikulum ini dapat dikelompokkan menjadi lima broad field (mata pelajaran), yaitu:
a.       Ilmu pengetahuan sosial, peleburan dari mata pelajaran ilmu bumi, sejarah, civic hukum, ekonomi dan sejenisnya.
b.      Bahasa, peleburan dari mata pelajaran membaca, tata bahasa, menulis, mengarang, menyimak, dan pengetahuan bahasa.
c.       Ilmu pengetahuan alam, peleburan dari mata pelajaran ilmu alam, ilmu hayat, ilmu kimia, dan kesehatan.
d.      Matematika, peleburan dari berhitung, aljabar, ilmu ilmu ukur, sudut, ruang, bidang, dan statistik.
e.       Kesenian, peleburan dari seni tari, seni suara, seni lukis, seni pahat, dan seni drama.
Bentuk broad field curriculum tersebut dapat digambarkan seperti gambar berikut ini:
Bentuk broad field curriculum tersebut mempunyai beberapa keuntungan atau kelebihan diantaranya sebagai berikut:
a.       Menunjukkan adanya integrasi pengetahuan kepada peserta didik, dimana dalam pelajaran yang disajikan disoroti dari berbagai bidang dan disiplin ilmu.
b.      Dapat menambah interes dan minat peserta didik terhadap adanya hubungan antara berbagai bidang studi.
c.       Pengetahuan dan pemahaman peserta didik akan lebih mendalam dengan penguraian dan penjelasan dari berbagai bidang studi.
d.      Adanya kemungkinan untuk menggunakan ilmu pengetahuan lebih fungsional.
e.       Lebih mengutamakan pada pemahaman dari prinsip-prinsip dari pada pengetahuan (knowledge) dan penguasaan fakta-fakta.
Adapun kelemahan dari  bentuk kurikulum ini adalah sebagai berikut:
a.       Bahan yang disajikan tidak berhubungan secara langsung dengan kebutuhan dan minat peserta didik, demikian juga masalah-masalah yang dikemukakan tidak berkenaan secara langsung dengan kehidupan sehari-hari yang dialami peserta didik.
b.      Pengetahuan yang diberikan tidak mendalam dan kurang sistematis pada berbagai mata pelajaran.
c.       Urutan penyusunan dan penyajian bahan tidak secara logis dan sistematis.
d.      Kebanyakan diantara para guru tidak atau kurang menguasai antar disiplin ilmu, sehingga dapat mengaburkan pemahaman peserta didik.
3.      Integrated Curriculum (Kurikulum Terpadu)
Dalam Integrated Curriculum, pelajaran dipusatkan pada suatu masalah atau topik tertentu, misalnya suatu masalah dimana semua mata pelajaran dirancang dengan mengacu pada topik tertentu.
Contoh bentuk kurikulum ini dapat digambarkan sebagaimana gambar berikut:












Kurikulum ini mempunyai beberapa kelebihan atau manfaat, sebagai berikut:
a.       Segala permasalahan yang dibicarakan dalam unit sangat bertalian erat.
b.      Sangat sesuai dengan perkembangan modern tentang belajar mengajar.
c.       Memungkinkan adanya hubungan antara sekolah dan masyarakat.
d.      Sesuai dengan ide demokrasi, dimana peserta didik dirangsang untuk berpikir sendiri, bekerja sendiri, dan memikul tanggung jawab bersama dan bekerja sama dalam kelompok.
e.       Penyajian bahan disesuaikan dengan kesanggupan atau kemampuan individu, minat dan kematangan peserta didik baik secara individu maupun secara kelompok.
Sedangkan kelemahan-kelemahan Integrated Curriculum ini adalah sebagai berikut:
a.       Guru tidak dilatih melakukan kurikulum semacam ini.
b.      Organisasinya tidak logis dan kurang sistematis.
c.       Terlalu memberatkan tugas-tugas guru, karena bahan pelajaran yang mungkin berubah setiap tahun sehingga mengubah pokok-pokok permasalahan dan juga isi atau materinya.
d.      Kurang memungkinkan untuk dilaksanakan ujian umum.
e.       Peserta didik dianggap tidak mampu ikut serta dalam menentukan kurikulum.
f.       Sarana dan prasarana yang kurang memadai yang dapat menunjang pelaksanaan kurikulum tersebut.
Sedangkan dilihat dari struktur oraganisasi kurikulum vertikal dapat dilaksanakan melaui[16]:
1.      Sistem kelas, dimana kenaikan kelas diadakan setiap program secara serempak.
2.      Sistem tanpa kelas, perpindahan dari dari satu tingkat program ke tingkat program berikutnya, yang mana dapat dilakukan tanpa harus menunggu teman-teman yang lain.
3.      Sistem campuran (gabungan antara sistem kelas dan tanpa kelas).
Selanjutnya dalam struktur vertikal ini tercakup pula sistem unit waktu yang digunakannya. Misalnya apakah sistem semester atau caturwulan.  
Akhirnya struktur program ini menyangkut pula penjadwalan dan pembagian waktu untuk masing-masing bidang studi atau isi kurikulum pada setiap tingkat atau kelas.






D.    Dasar-dasar Dan Prinsip-prinsip Perencanaan Serta Pengembangan Kurikulum

Perencanaan kurikulum hendaknya didasarkan atas faktor-faktor di bawah ini[17]:
1.      Tujuan Pendidikan
Dalam tujuan pendidikan terkandung nilai-nilai yang ingin dicapai. Hal ini menunjukkan bahwasannya nilai-nilai tersebut harus tertanam di dalam jiwa peserta didik, yang kemudian harus diwujudkan dalam tingkah laku. Sarana untuk menanamkan nilai-nilai tersebut adalah kurikulum. Oleh sebab itu, kurikulum harus benar-benar direncanakan sesuai dengan nilai yang tersebut. Jadi, perencanaan kurikulum harus bersumber dari tujuan pendidikan, sehingga dengan kata lain tujuan pendidikan merupakan salah satu faktor yang harus diperhatikan dalam perencanaan kurikulum.
2.      Masyarakat
Masyarakat juga merupakan salah satu faktor yang harus diperhatikan dalam penyusunan kurikulum. Hal tersebut disebabkan karena peserta didik berada di tengah-tengah masyarakat, dan lembaga pendidikan didirikan oleh masyarakat dengan harapan agar sekolah dan peserta didik dapat menyumbangkan baktinya untuk memajukan masyarakat, dan agar peserta didik kelak dapat hidup di dalam masyarakat tersebut sesuai dengan tuntutan masyarakat.
Jadi, sebelum menyusun kurikulum, sekolah haruslah lebih dahulu menyelidiki akan berbagai hal, yaitu:
Ø  Norma-norma, adat kebiasaan, pengetahuan-pengetahuan, kepercayaan-kepercayaan, sikap, cara bertingkah laku, yang dijunjung tinggi oleh masyarakat.
Ø  Lapangan-lapangan kehidupan (areas of living) yang ada dan yang akan ada di dalam masyarakat tersebut serta pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan oleh setiap lapangan penghidupan.
Dengan demikian, dapatlah kurikulum disusun sesuai dengan situasi, tuntutan dan kebutuhan masyarakat setempat.
3.      Peserta Didik
Dalam hal peserta didik ini tidak bisa disamakan antara satu dengan yang lainnya. Karena setiap anak merupakan pribadi tersendiri, maka setiap anak harus mempunyai kurikulum sendiri-sendiri, sesuai dengan bakat, minat kebutuhan, tingkat kecerdasan dan cita-citanya.
Jadi prinsipnya ialah bukan anak yang harus menyesuaikan diri kepada kurikulum, melainkan kurikulumlah yang harus disesuaikan kepada masing-masing anak.
Dengan demikian, sebelum menyususn suatu kurikulum sekolah, haruslah lebih dahulu diselidiki minat, kebutuhan, bakat, tingkat kecerdasan, cita-cita, latar belakang sosial dari masing-masing anak.
Setelah ditinjau tiga faktor yang harus diperhatikan dalam perencanaan kurikulum, maka berikut dapat dipaparkan tentang prinsip-prinsip dalam pengembangan kurikulum. Menurut Sudirman. S prinsip-prinsip dalam pengembangan kurikulum antara lain adalah sebagai berikut:
1.      Prinsip Orientasi Pada Tujuan
Semua kegiatan pendidikan (belajar mengajar) dalam hubungannya dengan pelaksanaan kurikulum yang telah disusun, harus seuai dengan tujuan pendidikan yang ingin dicapai.
2.      Prinsip Relavansi
Yang dimaksud dengan prinsip relevansi adalah kesesuaian antara    pendidikan dengan  tuntutan kehidupan. Prinsip relevansi pendidikan dengan kehidupan, sekurang-kurangnya terdapat tiga  segi  yang  harus  sesuai  (relevan),  yaitu relevansi pendidikan dengan lingkungan siswa, relevansi pendidikan dengan  kehidupan sekarang dan yang akan datang, dan relevansi pendidikan dengan  tuntutan pekerjaan.
3.      Prinsip Efektifitas
Yang dimaksud prinsip efektifitas dalam pendidikan adalah sampai sejumlah mana tujuan-tujuan dan kegiatan-kegiatan  pendidikan  yang telah   dirumuskan dapat  tercapai.  Prinsip efektivitas  pendidikan  dapat   ditinjau  dari  dua segi, yaitu efektivitas mengajar guru dan efektiviktas belajar murid.
4.      Prinsip Efisiensi
Yang dimaksud dengan prinsip efisiensi dalam pendidikan yaitu seimbangnya usaha yang dilakukan dalam proses belajar mengajar dengan hasil yang dicapai oleh lulusan atau peserta didik. Dalam pengembangan kurikulum hal-hal yang perlu diperhatikan dalam prinsip efisiensi ini  adalah  waktu  yang  digunakan, tenaga yang dikeluarkan, peralatan dan biaya yang dikeluarkan sedapatnya dapat mencapai hasil atau tujuan yang diharapkan.
5.      Prinsip Fleksibilitas
Fleksibilitas ini artinya lentur atau tidak kaku dalam memberikan kebebasan bertindak. Dalam kurikulum pengertian tersebut dimaksudkan kebebasan dalam memilih program-program pendidikan bagi murid dan kebebasan dalam mengembangkan program pendidikan bagi para guru.
6.      Prinsip Integritas
Kurikulum dirancang dan dilaksanakan berdasarkan prinsip integritas (keterpaduan), perencanaan integritas ini bertitik tolak dari masalah atau topik dan konsistensi antara unsur-unsurnya. Pelaksanaan integritas ini melibatkan semua pihak, baik di lingkungan sekolah maupun pada tingkat inter sektoral. Dengan keterpaduan ini diharapkan terbentuk pribadi yang bulat dan utuh. Disamping itu juga dilaksanakan keterpaduan dalam proses pembalajaran, baik dalam interaksi antar siswa dan guru maupun antara teori dan praktek.
7.      Prinsip Sinkronisasi
Implikasi prinsip ini mengusahakan agar seluruh kegiatan kurikuler seirama, searah dan satu tujuan. Sehingga jangan samapai terjadi suatu kegiatan kurikuler yang menghambat, berlawanan, atau mematikan kegiatan-kegiatan kurikuler lainnya.
8.      Prinsip Kesinambungan (Kontuinitas)
Kurikulum disusun secara berkesinambungan, artinya bagian-bagian, aspek-aspek, materi, dan bahan kajian disusun secara berurutan, tidak terlepas-lepas, melainkan satu sama lain memiliki hubungan fungsional yang bermakna, sesuai dengan jenjang pendidikan, struktur dalam satuan pendidikan, tingkat perkembangan siswa. Dengan prinsip ini, tampak jelas alur dan keterkaitan di dalam kurikulum tersebut sehingga mempermudah guru dan siswa dalam melaksanakan proses pembelajaran.
9.      Prinsip Objektifitas
Implikasi prinsip ini mengusahakan agar semua kegiatan kurikuler dilakukan dengan kegiatan catatan kebenaran ilmiah dengan mengenyampingkan pengaruh-pengaruh emosional dan irasional.
10.  Prinsip Demokrasi
Implikasi prinsip ini ialah mengusahakan agar dalam penyelenggaraan pendidikan dikelola dan dilaksanakan secara demokrasi.
Ada beberapa pendekatan dalam pengembangan kurikulum, yaitu[18]:
1.      Pendekatan yang berorientasi pada tujuan pengajaran
2.      Pendekatan yang berorientasi pada bahan pelajaran
Pendekatan yang berorientasi pada bahan pelajaran dilakukan, apabila bahan pelajaran dalam suatu kurikulum sudah tidak sesuai dengan tujuan pendidikan, tidak sesuai dengan tuntutan dan  kebutuhan  siswa  dan  atau  sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan dan kebutuhan masyarakat.
Adapun langkah-langkah atau tahapan dalam pengembangan kurikulum ini dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu:
1.      Tahap Pengembangan Tingkat Lembaga
Tahap pengembangan tingkat lembaga ini mencakup:
a.       Perumusan Tujuan Institusional (lembaga)
Adalah rumusan tujuan pendidikan yang terdiri dari rumusan pengetahuanketerampilan dan sikap yang diharapkan dicapai oleh peserta didik setelah menyelesaikan keseluruhan program pendidikan pada suatu sekolah tertentu.
b.      Penetapan Isi Dan Struktur Program
Adalah penetapan bidang-bidang studi yang akan diajarkan dalam kurikulum tersebut. Sedangkan yang dimaksud dengan penetapan struktur program mencakup :
1.      Jenis program pendidikan (umum, akademis, keguruan, kejuruan, spesialisasi)
2.      Sistem dan jumlah kelas serta unit waktu yang digunakan.
3.      Jumlah bidang studi yang diajarkan perminggu atau perhari.
4.      Jumlah jam pelajaran untuk setiap bidang studi perminggu atau perhari
c.       Penyusunan Strategi Pelaksanaan Kurikulum
Langkah menyusun strategi pelaksanaan kurikulum secara keseluruhan, meliputi :
1.      Melaksanakan pengajaran
2.      Mengadakan penilaian
3.      Mengadakan bimbingan dan penyuluhan
4.      Melaksanakan administrasi dan supervisi
2.      Tahap Pengembangan Setiap Bidang Studi
Langkah-langkah yang harus ditempuh dalam mengembangkan setiap program bidang studi ini, meliputi:
a.       Merumuskan tujuan kurikuler
b.      Merumuskan tujuan pengajaran (instruksional)
c.       Menetapkan pokok bahasan atau sub pokok bahasan
d.      Menyusun Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP)
3.      Tahap Pengembangan Program Pengajaran Di Kelas
Tugas guru dalam rangka mengembangkan program pengajaran adalah :
1.      Menetapkan satuan bahasan dari bahan pengajaran yang tercantum dalam GBPP.
2.      Mengembangkan program pengajaran untuk masing-masing satuan bahasan yang nanti akan dilaksanakan di kelas.

E.     Kegiatan Administrasi Kurikulum
Secara operasional kegiatan administrasi kurikulum dapat di identifikasikan menjadi tiga kegiatan pokok yakni[19];
1. Kegiatan yang berhubungan dengan tugas guru atau pendidik
2. Kegiatan yang berhubungan dengan peserta didik
3. Kegiatan yang berhubungan dengan seluruh civitas akademika
warga sekolah
Disamping itu, kegiatan lain yang menyangkut administrasi kurikulum yakni; kegiatan yang menyangkut proses belajar mengajar (PBM), karena kegiatan ini erat kaitannya dengan ketiga kegiatan pokok di atas. Untuk lebih memahami apa dan bagaimana sebenarnya kegiatan administrasi itu, dapat dilihat dari uraian dibawah ini.
1)      Kegiatan yang berhubungan dengan tugas guru atau pendidik
A.    Pembagian tugas guru yang dijabarkan dari struktur program pengajaran, dan ketentuan tentang beban mengajar wajib guru.
B.     Tugas guru dalam mengikuti jadwal pelajaran.
Ada tiga jenis jadwal pelajaran untuk guru, yaitu:
1.      Jadwal pelajaran kurikuler
Disusun secara edukatif oleh guru atau tim guru dengan memperhatikan 
ketentuan-ketentuan akademik seperti:
a)      Keseimbangan berat atau ringannya bobot pelajaran setiap hari.
b)      Pengaturan mata pelajaran mana yang perlu didahulukan, ditengah atau 
diakhir pelajaran, seperti olahraga, matematika, kesenian dan seterusnya.
c)      Mana pelajaran yang bersifat pratikum, PKL, PPL dan sebagainya.
2.      Jadwal pelajaran ko-kurikuler
Disusun secara strategik sesuai situasi dan kondisi individual atau
kelompok peserta didik sehingga dapat meningkatkan pemahaman, keterampilan serta mencerna materi pelajaran secara efektif dan efisien.
3)      Jadwal pelajaran ekstra-kurikuler
Disusun diluar jam pelajaran kurikuler dan progran ko-kurikuler, 
biasanya bersifat pengembangan ekspresi, hobi, bakat serta kegiatan-kegiatan lainnya yang dapat menunjang PBM.
C.     Tugas guru dalam kegiatan PBM
Dalam kegiatan belajar mengajar, guru memegang peran yang sangat penting.
Guru menentukan segalanya, mau diapakan siswa, apa yang harus dikuasai
siswa dan sejauh mana keberhasilan siswa dalam memahami pelajaran, semuanya tergantung guru. Dengan demikan, para guru harus memperhatikan
hal-hal sebagai berikut:
1. Membuat desain instruksional
Desain instruksional adalah suatu perencanaan pengajaran yang
menggunakan pendekatan sistem, atau pengajaran dianggap sebagai sistem yang terdiri dari komponen-komponen yang saling berinteraksi dan saling berhubungan satu sama lain, untuk mencapai suatu tujuan.
2. Melaksanakan pengajaran, termasuk strategi pengelolaan kelas
Strategi merupakan pola umum rentetan kegiatan yang harus dilakukan
untuk mencapai tujuan tertentu. Sedangkan pengelolaan kelas adalah keterampilan guru menciptakan dan memelihara kondisi belajar yang optimal dan mengembalikannya manakala terjadi hal-hal yang dapat mengganggu suasana belajar mengajar. Pengelolaan kelas disini bisa berupa strategi fisikal dan nonfisikal.
a) Strategi fisikal, pengelolaan kelas yang lebih memperhatikan kesuksesan
PBM yang ditunjang dengan kondisioning lainnya.
b) Strategi nonfisikal, pengelolaan kelas yang lebih mengarah pada
kesuksesan PBM yang ditunjang dengan kondisioning jiwani atau emosional.
3. Mengevaluasi hasil belajar
Salah satu aspek pokok dalam pengelolaan kegiatan belajar mengajar
adalah mengevaluasi sejauh mana terjadinya prestasi belajar siswa melalui latar belakang serta faktor-faktor lain yang mungkin mempengaruhinya.
2
) Kegiatan yang berhubungan dengan tugas peserta didik atau siswa
Demi suksesnya proses belajar mengajar, seorang siswa atau peserta
didik harus kreatif dalam menyusun jadwal, kapan waktu belajar dan kapan
waktu untuk bermain atau bersosialisasi dengan lingkungan sekitar.
3
) Kegiatan yang berhubungan dengan seluruh sivitas akademis
Merupakan kegiatan untuk mensinkronisasi segala kegiatan sekolah, yang
kurikuler, ekstra- kurikuler, akademik atau non-akademik, hari libur dan
sebagainya.
Adapun Kegiatan yang menyangkut proses belajar mengajar (PBM):
a. Penyusunan rencana kerja tahunan, semesteran, bulanan dan mingguan.
b. Penyusunan jadwal pelajaran.
c. Penyusunan jadwal ulangan dan ujian.
d. Penyusunan daftar buku dan alat pelajaran yang akan digunakan dalam
berbagai kegiatan belajar.
e. Penyusunan norma penilaian.
f. Pencatatan dan pelaporan hasil-hasil kegiatan dan prestasi belajar siswa.
g. Penyusunan rencana dan kegiatan “belajar di dalam sekolah” dan “belajar di
luar sekolah”.





[1]  Doloksaribu, dkk, Administrasi Pendidikan, (Surabaya : Penerbit Usaha Nasional, 1984). h. 2-3
[3]  Syafruddin Nurdin, Guru Profesional Dan Implementasi Kurikulum, (Jakarta : Penerbit Quantum Teaching, 2005). h. 31
[4]  Rohiat, Manajemen Sekolah, (Bandung : PT Refika Aditama, 2008). h. 22
[6]  Ary H. Gunawan, Administrasi Sekolah “Administrasi Pendidikan Mikro”, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1996). h. 80.
[8]  Hafni Ladjid, Pengembangan Kurikulum Menuju Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Jakarta : Penerbit Quantum Teaching, 2005). h. 3
[9]  Syafruddin Nurdin, Guru Profesional Dan Implementasi Kurikulum, (Jakarta : Penerbit Quantum Teaching, 2005). h. 33-42

[10]  Hafni Ladjid, Pengembangan Kurikulum Menuju Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Jakarta : Penerbit Quantum Teaching, 2005). h. 4-5
[11]  Syafruddin Nurdin, Guru Profesional Dan Implementasi Kurikulum, (Jakarta : Penerbit Quantum Teaching, 2005). h. 55

[15]  Syafruddin Nurdin, Guru Profesional Dan Implementasi Kurikulum, (Jakarta : Penerbit Quantum Teaching, 2005). h. 42-49


[16]  Hafni Ladjid, Pengembangan Kurikulum Menuju Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Jakarta : Penerbit Quantum Teaching, 2005). h. 7
[17]  Doloksaribu, dkk, Administrasi Pendidikan, (Surabaya : Penerbit Usaha Nasional, 1984).
h. 34-37


[18]  Hafni Ladjid, Pengembangan Kurikulum Menuju Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Jakarta : Penerbit Quantum Teaching, 2005). h. 14

[19]  Ary H. Gunawan, Administrasi Sekolah “Administrasi Pendidikan Mikro”, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1996). h. 83